Mengenal 3 Predator Alami Anakan Ular Kobra Jawa
Maraknya kemunculan ular kobra di pemukiman, bukan cuma karena sedang musim menetas. Hilangnya predator alami ular juga ikut berperan meningkatkan populasi ular. Dilansir LIPI, secara ekologi ular kobra termasuk spesies yang mempunyai daya bertahan hidup yang tinggi. Walaupun lahan bagi populasi kobra semakin menyempit, ular kobra masih mampu bertahan di lingkungan urban atau semi urban. Kondisi ini berbeda dengan yang dialami oleh predator kobra.
Secara alami, biawak air (Varanus salvator), garangan (Herpestes javanicus), dan elang ular bido (Spilornis cheela) adalah predator anakan kobra yang mampu mengontrol populasi kobra. Namun, populasi predator alami tersebut sudah mulai langka, disebabkan karena seringnya diburu oleh manusia. Langkanya predator-predator tersebut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Mengembalikan populasi predator alami dari ular merupakan tindakan yang penting agar tercapai keseimbangan ekosistem. Lantas, apa saja predator alami anakan ular kobra? Predator alami anakan kobra
1. Biawak air (Varanus salvator)
Biawak air merupakan predator anakan kobra yang mampu mengontrol populasi kobra. Namun, biawak air saat ini sudah mulai langka di alam. Biawak air dikenal dengan berbagai nama, seperti bajul, biawak air Malaya, biawak air Asia, biawak air biasa, biawak bergaris ganda, kadal sawah, dan kadal bercincin.
Menurut situs resmi Institut Pertanian Bogor (IPB) repository.ipb.ac.id, biawak air merupakan salah satu jenis kadal terbesar yang panjangnya bisa mencapai lebih dari 1,5-2 meter dan berat mencapai 19 kilogram. Spesimen-spesimen yang sering ditemui rata-rata memilikipanjang tidak lebih dari 1.5 meter dan berat hanya sekitar 4 sampai 6 kg.
Habitat biawak air biasanya dekat dengan sumber air seperti tepi sungai, tepi danau, rawa, hutan mangrove, atau pulau. Kondisi lingkungan habitat biawak air umumnya panas atau lembab dengan suhu lingkungan pada siang hari 29-30 derajat Celsius dan 26-28 derajat Celsius pada malam hari. Bentuk kepalanya meruncing.
Kulitnya kasar dan berbintik-bintik kecil agak menonjol. Warna tubuhnya hitam atau indigo dengan bercak bercak tutul dan bulatan berwarna kuning pucat dari bagian atas kepala, punggung, hingga pangkal ekor.
Bagian perut dan leher berwarna lebih pucat dengan bercak-bercak agak gelap. Ekor berwarna dasar sama dengan tubuh dan dihiasi belang-belang samar berwarna kuning pucat yang berbaur dengan warna dasarnya.
Ekornya juga digunakan sebagai senjata pelindung. Bila ada predator mendekat, biawak air bakal mengibaskan ekornya dengan keras seperti mencambuk.
Biawak ini sangat pandai berenang dan memanjat pohon dan sering terlihat beraktivitas pada siang hari. Makanan utamanya adalah anakan ular, tupai, tikus, burung, reptilia kecil, katak, ikan, dan kepiting sungai.
Namun saat ini jumlah populasi biawak air menipis karena perburuan dan sering dianggap hama sehingga dibunuh.
2. Garangan jawa (Herpestes javanicus)
Garangan jawa (Herpestes javanicus), dalam bahasa daerah dikenal sebagai garangan atau ganggarangan. Garangan adalah karnivora kecil anggota suku Herpestidae. Menyebar luas di Asia Tenggara dan Selatan, hewan ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan mongoose, small Indian mongoose, atau small Asian mongoose.
Garangan bertubuh kecil hingga sedang, panjang kepala dan tubuh 250–410 milimeter, sedangkan ekornya 60–80 persen lebih panjang dari kepala dan tubuhnya.
Bobot tubuhnya berkisar antara 0,5 sampai 1 kilogram. Garangan memiliki warna bulu cokelat kelabu atau cokelat kemewahan. Hewan pemangsa ini umumnya hidup di semak-semak dan padang rumput, daripada di hutan yang rapat. Aktif di atas tanah (terestrial) dan jarang memanjat pohon, garangan tidur dalam lubang-lubang di tanah, lubang pohon dan tempat yang serupa.
Garangan jawa aktif berburu mangsa di siang maupun malam hari. Ia sering terlihat menyeberangi jalan di siang hari, dengan badan rendah di atas tanah dan ekor lurus di belakangnya.
Mangsa utamanya adalah tikus, tetapi garangan tidak keberatan memangsa apa pun hewan kecil yang ditemuinya seperti ular kobra, burung, reptil, kodok, yuyu, serangga, ayam, dan bahkan kalajengking. Garangan dikenal sebagai musuh atau pemangsa ular.
Perkelahian garangan dengan ular kobra seing terjadi, meski ular hanyalah bagian kecil dari porsi mangsa garangan. Garangan jawa tidak memiliki musim kawin yang khusus.
Hewan betina melahirkan 2–4 anak, setelah mengandung selama sekitar 6 minggu. Namun, jumlah populasi garangan saat ini jauh lebih sedikit dibanding anakan ular akibat perburuan.
3. Elang ular bido (Spilornis cheela)
Elang ular bido (Spilornis cheela) adalah sejenis elang besar yang menyebar luas di Asia. Elang ini merupakan anggota suku Accipitridae. Elang ular bido berwarna hitam dengan garis putih di ujung belakang sayap, terlihat di saat terbang seperti garis yang tebal. Ketika terbang, hewan ini sangat berisik dan bersuara seperti "Kiiiik" panjang dan diakhiri dengan penekanan nada.
Sayap menekuk ke atas (seperti elang jawa) dan ke depan, membentuk huruf C yang terlihat membusur. Ciri khas lainnya adalah kulit kuning tanpa bulu di sekitar mata hingga paruh.
Ada yang mengatakan bahwa kulit kaki dari elang ini mempunyai kekebalan terhadap bisa ular, karena itulah elang ini di sebut elang ular karena mempunyai kekebalan terhadap bisa ular.
Komentar
Posting Komentar